Teknologi dan Industri Media: Film



A.    Sejarah dan Perkembangan teknologi film
Pada tanggal 28 Desember 1895 adalah untuk pertama kalinya film bergerak diproduksi dan ditonton oleh khalayak di Paris, Perancis. Pada tanggal itu, Charlie-Antoine Lumire menayangkan sepuluh film pendek karya kedua putranya, Louis Lumire dan Auguste Lumire, di Salon du Grand Caf, 14, di area boulevard Capucines dan menuai sukses.
Film bergerak yang ditayangkan salah satunya berjudul "Sortie de l'usine Lumire de Lyon" (Pegawai pulang dari pabrik Lumire di Lyon), dibuat di tahun 1895.  Film itu dibuat dengan format 35mm dengan aspect ratio 1.33:1 dengan kecepatan film 16 frame per detik. Dengan durasi film 46 detik, film terdiri dari 800 frame dengan panjang film 17 meter. Alat yang dibuat Lumiere bersaudara bernama sinematograf. Alat ini dibuat menggunakan peralatan ayahnya, yang merupakan seorang fotografer.
Kesuksesan film tersebut, mereka mengadakan tur keliling ke berbagai tempat untuk memutar film-film mereka mulai dari kota Brussel, Bombay, London, hingga ke benua Amerika di Montreal, New York dan Buenos Aires. Langkah mereka menginspirasi sejumlah orang untuk melakukan hal yang sama.  Akhirnya kedua bersaudara itu mantap memulai bisnis film di tahun 1905 setelah menyadari prospek film di masa depan.
Sampai tahun 1927, gambar bergerak yang dihasilkan masih berupa film bisu atau tanpa suara tapi penonton tetap bisa menikmati film yang mempunyai dialog dan berisi berbagai suara serta musik. Caranya adalah dengan memutarkan film bisu diiringi dengan permainan musik dari kelompok orkestra yang memainkan musik secara live atau langsung. Tapi di sebagian besar negara, disediakan intertitles, yaitu teks berisi dialog yang dicetak dan diletakkan di beberapa titik untuk menyampaikan dialog dari film yang sedang dimainkan di gedung pertunjukan. Dengan adanya intertitles ini, tidak ada lagi narator saat pemutaran film sedang berlangsung.
B.     Tahapan Produksi Film
Dalam memproduksi sebuah film memiliki tahapan :
1.      Development adalah tahapan ketika ide di temukan dan dikembangkan, saat hak cipta sebuah karya tulis novel atau cerpen maupun pertunjukan dibeli. Dalam tahap ini skenario dibuat dan final serta dana untuk produksi telah diselesaikan.
2.      Pra Produksi tahapan persiapan untuk syuting seperti pemilihan pemain dan kru, lokasi dan perencanaan waktu syuting.
3.      Produksi, tahap dimana semua materi berupa gambar, suara dan efek – efek visual yang masih mentah direkam pada saat syuting.
4.      Pasca syuting adalah tahap editing materi-materi gambar, suara dan efek visual yang telah diambil pada tahap produksi hingga menjadi final dan siap disebarkan.
5.      Distribusi, pendistribusian film final ke festival, bioskop hingga tempat – tempat penayangan diluar arus utama seperti misalnya komunitas.

C.     Batasan batasan  prtelevisian vs. Film internet.
Untuk penyiaran acara di televisi Indonesia, ada aturan yang memang harus ditaati oleh siaran di indonesia. Batasan-batasan ini  di atur pemerintah yang dibantu oleh KPI (komisi penyiaraan Indonesia). KPI sebagai lembaga negara yang bersifat independen mengatur hal-hal penyiaraan.
KPI sebagai wujud peran serta masyarakat berfungsi mewadahi aspirasi serta mewakili kepentingan masyarakat akan penyiaran. Dalam menjalankan fungsinya, KPI mempunyai wewenang:
a.    menetapkan standar program siaran;
b.    menyusun peraturan dan menetapkan pedoman perilaku penyiaran;
c.    mengawasi pelaksanaan peraturan dan pedoman perilaku penyiaran serta standar program siaran;
d.    memberikan sanksi terhadap pelanggaran peraturan dan pedoman perilaku penyiaran serta standar program siaran;
e.    melakukan koordinasi dan/atau kerja sama dengan Pemerintah, lembaga penyiaran, dan masyarakat.

Hal ini jelas membuat pertelevisian Indonesia memiliki batsan dalam berkarya atau melakukan penyiaran. Sedangkan di sisi lain kemajuan perfilman di dunia semakin maju karena dapat diakses melalu Internet bahkan tidak ada penyariangan pada film-film yang tersebar di internet. Meski sebagai dampak positif dari hal ini membantu setiap seseorang dapat dengan bebas berkarya tetapi ada dampak negatif dari hal tersebut seperti bagaimana banyak konten-konten yang tidak seharusnya ditonton oleh anak-anak yang masih belum cukup umur.
D.     Film di era digital
Industri perfilman di dunia terus bertransformasi selaras dengan perkembangan teknologi.  Kalau dari awalnya kita hanya dapat menikmati film dari sebuah proyektor dan ditonton secara bersama-sama. Lalu berkembang pada pada media televisi. Dan bioskop yang menggunakan proyektor digital sekarang.
Proyektor digital yang dikenal dengan nama DLP (Digital Light Processing) sanggup menayangkan film digital dengan resolusi 2K (2048×1080 atau 2,2 megapixels) dan 4K (4096×21960 atau 8.8 megapixels). Sistem pendistribusian film pun tidak lagi memakai reel seluloid, namun menggunakan file digital DCP (Digital Cinema Package) berbentuk hard-drive yang nantinya dikopi ke dalam server internal bioskop yang akan menayangkan filmnya.
Dan sekarang yang menjadi banyak diminati yaitu layanan video streaming, seperti aplikasi youtube, netflix yang disana kita dapat mengakses film-film yang ingin kita nonton kapan saja tanpa harus mengikuti jadwal penayangan seperti yang ada pada pertelevisian dan  bioskop.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

majalah dan buku

Teknologi dan Industri Media: Televisi

Emina Creamatte 17-an